Selasa, 09 November 2010

Tentang GMNI

PENGANTAR  Bahwa hampir setiap permasalahan yang terjadi di dalam negeri kita baik pada sektor sosial, ekonomi, maupun politik senantiasa berkaitan dengan konstelasi global yang ada. Imperialisme dan kolonialisme atas negeri kita sejak awal abad ke-19 adalah dampak daripada Revolusi Industri di Inggris yang melahirkan peradaban baru dalam sistem perekonomian dunia. Sebuah sistem perekonomian yang mengharuskan negara-negara maju untuk selalu mengeksploitasi sumber daya alam sebanyak-banyaknya dari berbagai belahan dunia sebagai bahan baku industri sekaligus mencari pasar baru sebagai akibat dari akumulasi barang dan modal yang terjadi di negerinya.
        Revolusi Bolshevik di Uni Soviet pada tahun 1917 juga telah mengilhami pemberontakan Partai Komunis Hindia Belanda pada tahun 1926. Sejak saat itulah banyak tokoh Indonesia yang belajar dan melakukan komunikasi intensif dengan Uni Soviet. Penerapan kebijakan politik etis Belanda di Indonesia juga telah mengakibatkan munculnya intelektual-intelektual muda di Indonesia yang bersentuhan dengan pemikiran-pemikiran ala barat, yang kemudian mengakibatkan terjadinya pertarungan ide dan gagasan antara tokoh-tokoh pendiri Republik tentang konsep kemerdekaan, kenegaraan, kebangsaan, demokrasi, dan lain-lain pada awal masa sebelum kemerdekaan bangsa kita.
        Terjadinya resesi ekonomi di negara-negara kapitalis pada tahun 1930-an menyebabkan meletusnya konflik antar mereka dalam memperebutkan wilayah negara jajahan. Pada saat negara-negara besar terbelah menjadi blok Axis dan blok Sekutu, di saat itulah Amerika Serikat menyusun konsep sosiologi untuk membuat rekayasa sosial guna diterapkan di negara jajahan mereka. Teori yang digunakan adalah strukturalisme fungsional dari Talcott Parsons.
        Pada era 1940-an muncul fenomena kemerdekaan negara negara jajahan di dunia termasuk Indonesia yang merdeka pada tahun 1945. Untuk mengendalikan negara-negara yang baru merdeka tersebut pada tahun 1944 dalam pertemuan Bretton Woods dibentuklah PBB, World Bank, IBRD, IMF, dan GATT. Proses ini memicu pertumbuhan perusahaan-perusahaan raksasa lintas negara dan antar bangsa yang biasa disebut dengan MNC (Multi National Coorporation).
        Maka dimulailah penjajahan model baru dari penjajahan konvensional ala militer kepada model penjajahan modern ala ekonomi. Strategi yang diterapkan oleh negara-negara kapitalis adalah dengan menerapkan ideologi developmentalisme dan konsep ekonomi pertumbuhan dari W.W. Rastow di negara-negara berkembang. Sistem kapitalisme inilah yang menyebabkan kemelaratan bangsa Indonesia secara terus menerus.
        Untuk itulah demi menjawab persoalan di atas lahirlah dari rahim ibu pertiwi organisasi kader pejuang bernama Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Dengan berasaskan Marhaenisme ajaran Bung Karno GMNI siap menjebol pengaruh kapitalisme global di Indonesia sampai ke akar-akarnya, dan membangun tatanan baru demi terciptanya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.


SEJARAH PERJUANGAN GMNI
        Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) lahir dari hasil proses peleburan tiga organisasi kemahasiswaan yang berasaskan sama yakni Marhaenisme ajaran Bung Karno. Ketiga organisasi tersebut adalah:
• Gerakan Mahasiswa Marhaenis yang berpusat di Jogjakarta
• Gerakan Mahasiswa Merdeka yang berppusat di Surabaya
• Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia (GMDI) yang berpusat di Jakarta

        Proses peleburan ketiga organisasi mahasiswa mulai tampak, ketika pada awal bulan September 1953, Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia (GMDI) melakukan pergantian pengurus, yakni dari Dewan Pengurus lama yang dipimpin Drs. Sjarief kepada Dewan Pengurus baru yang diketuai oleh S.M. Hadiprabowo.
Dalam satu rapat pengurus GMDI yang diselenggarakan di Gedung Proklamasi, Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tercetus keinginan untuk mempersatukan ketiga organisasi yang seasas itu dalam satu wadah. Keinginan ini kemudian disampaikan kepada pimpinan kedua organisasi yang lain, dan ternyata mendapat sambutan positif.
        Setelah melalui serangkaian pertemuan penjajagan, maka pada Rapat Bersama antar ketiga Pimpinan Organisasi Mahasiswa tadi, yang diselenggarakan di rumah dinas Walikota Jakarta Raya (Soediro), di Jalan Taman Suropati, akhirnya dicapai sejumlah kesepakatan antara lain:
– Ketiga organisasi setuju untuk melakukan fusi
– Wadah bersama hasil peleburan tiga organisasi ini bernama Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesa (GMNI)
– Asas Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesa (GMNI) adalah Marhaenisme ajaran Bung Karno
– Sepakat untuk mengadakan Kongres pertama GMNI di Surabaya
        Para pimpinan tiga organisasi yang hadir dalam pertemuan ini antara lain: Dari Gerakan Mahasiswa Merdeka (1. Slamet Djajawidjaja, 2. Slamet Rahardjo, 3. Heruman), Dari Gerakan Mahasiswa Marhaenis (1. Wahyu Widodo, 2. Subagio Masrukin, 3. Sri Sumantri Marto Suwignyo), Dari Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia (1. S.M. Hadiprabowo, 2. Djawadi Hadipradoko, 3. Sulomo)

KONGRES I
Dengan dukungan dari Bung Karno pada tanggal 23 Maret 1954 dilangsungkan Kongres I GMNI di Surabaya. Momentum inilah yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi (Dies Natalis) GMNI. Hasil daripada Kongres I adalah :
  • pengesahan nama GMNI sebagai hasil fusi ketiga organisasi
  • penetapan pimpinan Nasional GMNI dengan M.Hadiprabowo
KONGRES II
Dilaksanakan di Bandung pada tahun 1956 dengan haril sebagai berikut:
  • konsolidasi internal Organisasi
  • meningkatkan  kualitas GMNI dengan mendirikan cabang-cabang diseluruh Indonesia
  • sebagai Ketua pimpinan Nasional GMNI tetap M.Hadi prabowo.
KONGRES III
Dilaksanakan di Malang pada tahun 1959 dengan haril sebagai berikut:
  • Evaluasi pesatnya perkembangan Cabang-cabang GMNI di Jawa, Sumatera dan wilayah lain nya.
  • Perkembangan Cabang-cabang baru diseluruh Kabupaten/Kota yang ada perguruan tinggi nya.
  • Perubahan manajemen Organisasi dari bentuk DPP menjadi Manajemen.
  • Ketua Presidium adalah M.Hadiprabowo.
Konperensi Besar GMNI di Kaliurang tahun 1959 Bung karno memeberikan pidato sambutan dengan judul "Hilangkan Sterilitiet dalam Gerakan Mahasiswa !". Diteguhkannya kembali Marhaenisme sebagai asas perjuagan organisasi.
KONGRES IV
Digelar tahun 1962 di Jogjakarta, dengan hasilnya:
  • Peneguhan Eksistensi Organisasi dalam realitas politik dan Masalah kemasyarakatan.
  • Pengurus Presidium antara lain : Bambang kusnohadi (ketua), Karjono (sekjen), John Lumingkewas, Waluyo dll.

Konperensi Besar di Jakarta 1963
Bung Karno memeberikan amanat yang pada intinya meminta GMNI untuk lebih menegaskan ideologi Marhaenismenya.

Konperensi Besar di Pontianak 1965
Kongres V direncanakan berlangsung di Jakarta, tetapi batal akibat adanya GESTOK. Untuk itu konsolidasi organisasi dipindahkan ke Pontianak melalui forum Konperensi Besar, dengan hasil menetapkan kerangka program perjuangan dan program aksi bagi pengabdian masyarakat.
KONGRES V
          Berlangsung tahun 1969 di Salatiga. Terjadi perdebatan sengit di dalam kongres akibat infiltrasi dari rezim penguasa Orde Baru. Hasilnya: mengesahkan kepemimpinan nasional GMNI berupa DPP dengan ketua Soeryadi dan Sekjen Budi Hardjono.
KONGRES VI
         Dilaksanakan tahun 1967 di Ragunan jakarta dengan tema pengukuhan kembali independensi GMNI serta persatuan dan kesatuan dan sekaligus konsolidasi organisasi. Hasil kongres ini adalah :
  •  Penyatuan Faksi yang ada di GMNI.
  • Rekonsiliasi dengan power sharing untuk mengisi struktur kepemimpinan Nasional.
  • Pernyataan Independensi GMNI.
  • Pimpinan Nasional berbentuk Presidium dengan kepengurusan sebagai berikut: Sudaryanto, Daryatmo, Mardiyanto, Karyanto, Wisnu subroto, Hadi siswanto, Rashandi rasjad, Teuku jamli, Viktor s alagan, Alwi F AS, Ema mukaromah, Agung Kapasikar, Sunardi GM dan Semedi.
KONGRES VII
        Dilaksanakan di Medan tahun 1979, hasilnya adalah:
  • Konsolidasi organisasi dan konsolidasi  ideologi secara optimal.
  • Marhaenisme sebagai azas organisasi tidak boleh dirubah.
  • Penegasan idependensi GMNI.
  • Presidium dengan anggota : Sb (sekjen), Daryatmo mardiyanto, Lukman hakim, Sudaryanto, Kristiya kartika, Karyanto Wiro suharjo.

KONGRES VIII
        Berlangsung 1983 di Lembang, Bandung, dengan pengawalan ketat dari aparat keamanan. Kepengurusan Presisium hasil kongres ini adalah: Amir Sutoko (Sekjen), Suparlan, Sudiman Kadir, Suhendar, Sirmadji Tjondropragola, Hari Fadillah, Rafael Lami Heruhariyoso, Bismarck Panjaitan, Antonius Wantoro.
KONGRES IX
Berlangsung di Samarinda tahun 1986. Kepengurusan Presidium hasil kongres ini adalah: Kristiya Kartika (Ketua), Hairul Malik (Sekjen), Sudirman Kadir, Sunggul Sirait, Agsu Edi Santoso, I Nyoman Wibano, Suparlan, Adin Rukandi, Gerson Manurib.
KONGRES X
Berlangsung di Salatiga tahun 1989. Kepengurusan Presidium hasil Kongres ini adalah: Kristiya Kartika (Ketua), Heri Wardono (Sekjen), Agsu Edi Santoso, Hendro S. Yahman, Sunggul Sirait, Ananta Wahana, Jhon A. Purba, Silvester Mbete, Hendrik Sepang.
KONGRES XI
Dilaksanakan tahun 1992 di Malang, hasilnya adalah sebagai berikut:
  • Adanya format baru hubungan antara kader GMNI yang tidak boleh lagi bersifat institusional, tetapidiganti jadi hubungan personal Fungsional.
  • Kepengurusan Presidium adalah: Heri Wardono (Ketua), Samsul Hadi (Sekjen), Idham Samudra Bei, Teki Priyanto, Yayat T. Sumitra, Rosani Projo, Yori Rawung, Herdiyanto, Frimansyah.

KONGRES XII
Diadakan di Denpasar tahun 1996. Hasilnya adalah:
  •  Perubahan pembukaan Anggaran Dasar dengan memasukkan klausul "Sosialis Religius", "Nasionalis Religius", dan "Progresive Revolusioner".
  •  Menolak calon tunggal Presiden RI, penghapusan program penataran P4, Reformasi politik ekonomi RI.
  • Kepengurusan Presidium terdiri dari : Ayi vivananda (ketua), A Basarah (Sekjen), Agus sujatmiko, Abidin fikri, Arif wibowo, Ign Alit kelana, Deddy Hermawan, Sahala PL Tobing, Rudita hartono, Hiranimus Abi,

KONGRES XIII

Terjadi perpecahan dalam Kongres XIII. Sebagian ada yang menyelenggarakan Kongres di Kupang pada Oktober 1999. Sebagian lagi menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Semarang.
Presidium hasil Kongres Kupang adalah: Bambang Romada, Viktus Murin, Arif Fadilla, Aleidon Nainggolan, Haryanto Kiswo, Klementinus R. Sakri, Kristantyo Wisnu Broto, Robby R F Repi, R.S. Hayadi, Renne Kembuan, Wahyuni Refi, Yusuf Blegur, Yori Yapani.
Sementara itu Presidium hasil Kongres Luar Biasa di Semarang pada Februari 2001 adalah sebagai berikut: Sony T. Dana Paramita (Sekjen), Hatmadi, Sidik Dwi Nugroho, Sholi Saputra, Endras Puji Yuwono, Purwanto, Susilo Eko Prayitno, Tonisong Ginting, Donny Tri Istiqomah, Andre WP, Abdullah Sani, Bamabang Nugroho, I Gede Budiatmika.
KONGRES XIV

Barisan hasil kongres Kupang meneruskan kongres XIV di Manado dengan hasil kepengurusan Presidium sebagai berikut: Wahyuni Refi (Ketua), Donny Lumingas (Sekjen), Achmad Suhawi, Marchelino Paiiama, Ade Reza Hariyadi, Hendrikus Ch Ata Palla, Yos Dapa Bili, Hendri Alma Wijaya, Moch. Yasir Sani, Haryanto Kiswo, Jan Prince Permata, Eddy Mujahidin, Ragil Khresnawati, Heard Runtuwene, Nyoman Ray.
Sementara itu barisan hasil KLB Semarang meneruskan kongres XIV di Medan, dengan hasil kepengurusan sebagai berikut: Sonny T. Dana Paramita (Sekjen), Andri, Dwi Putro, Erwin Endaryanta, Fitroh Nurwijoyo Legowo, Mangasai Tua Purba, Monang Tambunan, Alvian Yusuf Feoh, Abdul Hafid.
KONGRES XV (KONGRES PERSATUAN)
Dilaksanakan pada tahun 2006 di Pangkal Pinang, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, dengan penyatuan dua barisan yang ada di GMNI, hasilnya adalah sebagai berikut:
  • Penetapan AD/ART baru GMNI.
  • Penetapan silabus kaderisasi dan GBPP GMNI.
  • Hasil kepengurusan Presidium dipimpin oleh Deddy Rahmani sebagai ketua dan Rendra falentino simbolon sebagai Sekretaris jendral.
KONGRES XVI
Berlangsung di Wisma Kinasih Bogor pada Desember 2008, hasilnya adalah: Penyempurnaan AD/ART dan GBPP GMNI, Bentuk pimpinan nasional adalah Presidium dengan Ketua Rendra Falentino Simbolon dan Sekretaris Jenderal Cokro Wibowo Sumarsono, Penegasan sikap politik sebagai berikut:
  • kembali kepada UUD 1945 yang asli.
  • Mendesak segera dilaksanakan Reforma Agraria.
  • Menolak hutang luar negeri dalam bentuk apapun.
  • Cabut UU badan hukum pendidikan , UU Pornografi dan Pornoaksi serta UU penanaman Modal.
  • Nasionalisasi sepenuhnya aset-aset yang menyangkut hajat hidup orang banyak sesuai dengan amanat UUD 1945.



KONGRES GMNI XVII
Berlangsung di Asrama haji balikpapan pada tanggal 21-26 maret 2011. terpilih sebagai berikut :
  • Ketua : Twedy Noviady
  • Sekretaris Jenderal : Syaiful
  •  Komite Ideologi dan Kaderisasi : Wilhelmus Wempy
  •  Komite Organisasi : Markuz Louis Wantania
  •  Komite Politik : Heri Bernad 
  •  Komite Penelitian dan Pengembangan : Elvis Zaidmas
  •  Komite Hukum dan Perundang-undangan : Edy Wijaya
  •  Komite Agitasi dan Propaganda : Haryadi
  •  Komite Advokasi dan Pemberdayaan Rakyat : Iman Munandar 
  •  Komite Pengembangan Ekonomi Gerakan : Fereddy
  •  Komite Gerakan Sarinah : Faradian Ardiani
  •  Komite Pengorganisiran Organ Lintas Sektoral : Aren Frima
  •  Komite Pengorganisiran Mahasiswa dan Pelajar : Asef Saefullah 

Menuju "Kemerdekaan"

 A. Bludreg...
Berdiskusi kata seoran kawan lamaku ibarat aktivitas peramal toto gelap (togel). kalo berdiskusi itu akan menyeimbangkan aktivitas otak kiri dan otak kanan , kalo meramal toto gelap (togel) akan memacu hasrat otak kiri karena berfungsi sebagai pembedaan angka , tulisan , bahasa , hitungan , logika , analitis , matematis , sistematis dan step by step. peramal itu memang mirip seperti diskusi meramal nomer seakan-akan pasti dapat alhasil 1001 peramal itu akan dapat.
Diskusi pun sama dengan peramal togel menganalisa sampai jauh dari angan-angan alhasil kita harus berpangku tangnan.. karena keterbatasan ruang dan gerak. tapi paling tidak kita tahu dari aktivitas berdiskusi itu apa yang sebenarnya menjadi permasalahan suatu sistem yang membuat kita tertindas dan melarat. alhasil cita-cita "Kemerdekaan" itu jauh dari impian.
Menjawab tantangan kaum-kaum kapitalistik itu tidak mudah dan itu semua akan memerlukan pengorbanan. bagaimana tidak, sistem kapitalis itu sudah mulai masuk ke kehidupan kita sehari-hari. lingkup terkecil dari kita misal Rentenir disadari atau tidak sudah membawa perubahan pola pikir kita kearah pragmatisem.Bank Pletet (bank kredit keliling) bank pletet itu selalu memberi kemudahan pemeberian kredit dengan dengan pengembalian berkalilipat.
kalo sudah seperti itu kondisi lingkungan sekitar kita mau bagaimana ? masyarakat pun juga membutuhkan modal untuk usaha ataupun kelangsungan hidup mereka.

B. Megelno
kalo pemerintah itu memberi subsidi kepada rakyat tanpa harus ada bunga , pasti banyak rakyat yang sejahtera.. menuju "kemerdekaan" itu dimulai dari Berdikari dibidang ekonomi. hasil meramal ku dengan teman-teman minimalisir budaya Hutang. kapitaliskis itu akan tumbuh subur dengan sendirinya kalo budaya hutang itu terus berkembang dilingkungan sekitar kita. menjadi marhaen sejati tanpa tergantung dengan kaum pemodal kurasa itu jawaban menuju "kemerdekaan".
betapa indahnya kalo Bangsa ini hidup sejahtera sesuai cita-cita Proklamasi kemerdekaan.. Negara yang mempunyai cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Penjelasan Prosedur Bantuan Hukum

  1. PENDAHULUAN         Program pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu telah berlangsung sejak tahun 1980 hingga sekarang Dalam kurun waktu tersebut, banyak hal yang menunjukkan bahwa pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu sangat diperlukan, dan diharapkan adanya peningkatan atau intensitas pelaksanaan bantuan hukum dari tahun ke tahun.
    Arah kebijaksanaan dari program bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu, disamping memberdayakan keberadaan dan kesamaan hukum bagi seluruh lapisan masyarakat, juga bertujuan untuk menggugah kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat, yaitu melalui penggunaan hak yang disediakan oleh Negara dalam hal membela kepentingan hukumnya di depan Pengadilan.
    Dalam rangka pemerataan pemberian dana bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu, pada awal pelaksanaannya di tahun anggaran 1980/1981 sampai dengan 1993/1994 hanya disalurkan melalui Pengadilan Negeri sebagai lembaga satu-satunya dalam penyaluran dana bantuan hukum, maka sejak tahun anggaran 1994/1995 hingga sekarang, penyaluran dana bantuan hukum disamping melalui Pengadilan Negeri juga dilakukan melalui Lembaga Bantuan Hukum yang tersebar di wilayah hukum Pengadilan Negeri. Dengan demikian dana bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu dapat disalurkan melalui :
    1. Dana Bantuan Hukum melalui Pengadilan Negeri; atau
    2. Dana Bantuan Hukum yang disediakan di Lembaga Bantuan Hukum
    Sebagaimana diketahui, bahwa penegakan hukum melalui lembaga peradilan tidak bersifat diskriminatif. Artinya setiap manusia, baik mampu atau tidak mampu secara sosial-ekonomi, berhak memperoleh pembelaan hukum di depan pengadilan. Untuk itu diharapkan sifat pembelaan secara cuma-cuma dalam perkara pidana dan perdata tidak dilihat dari aspek degradasi martabat atau harga diri seseorang, tetapi dilihat sebagai bentuk penghargaan terhadap hukum dan kemanusiaan yang semata-mata untuk meringankan beban (hukum) masyarakat tidak mampu.
    Lembaga Bantuan Hukum atau Advokat sebagai pemberi bantuan (pembelaan) hukum dalam Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu, diharapkan kesediaannya untuk senantiasa membela kepentingan hukum masyarakat tidak mampu, walaupun Mahkamah Agung RI cq. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum hanya menyediakan dana yang terbatas

  2. DASAR PEMBERIAN BANTUAN HUKUM  Program pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di bawah ini :
    1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman;
      1. Pasal 13 (1) tentang : Organisasi , administrasi , dan finansial Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.
      2. Pasal 37 tentang : Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperloleh bantuan hukum.
    2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana :
      1. Pasal 56 (1) tentang : Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penaeihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka ;
      2. Pasal 56 (2) tentang : Setiap penasehat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.
    3. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR/RBG) Pasal 237 HIR/273 RBG tentang : Barangsiapa yang hendak berperkara baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat, tetapi tidak mampu menanggung biayanya, dapat memperoleh izin untuk berperkara dengan cuma-cuma.
    4. Instruksi Menteri Kehakiman RI No. M 01-UM.08.10 Tahun 1996, tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang Kurang Mampu Melalui Lembaga Bantuan Hukum
    5. Instruksi Menteri Kehakiman RI No. M 03-UM.06.02 Tahun 1999, tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang Kurang Mampu Melalui Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha Negara.
    6. Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara No. D.Um.08.10.10 tanggal 12 Mei 1998 tentang JUKLAK Pelaksanaan Bantuan Hukum Bagi Golongan Masyarakat Yang Kurang Mampu Melalui LBH
  3. TUJUAN PROGRAM BANTUAN HUKUM
    1. Aspek Kemanusiaan Dalam aspek kemanusiaan, tujuan dari program bantuan hukum ini adalah untuk meringankan beban (biaya) hukum yang harus ditanggung oleh masyarakat tidak mampu di depan Pengadilan. Dengan demikian, ketika masyarakat golongan tidak mampu berhadapan dengan proses hukum di Pengadilan, mereka tetap memperoleh kesempatan untuk memperolah pembelaan dan perlindungan hukum.
    2. Peningkatan Kesadaran Hukum Dalam aspek kesadaran hukum, diharapkan bahwa program bantuan hukum ini akan memacu tingkat kesadaran hukum masyarakat ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Dengan demikian, apresiasi masyarakat terhadap hukum akan tampil melalui sikap dan perbuatan yang mencerminkan hak dan kewajibannya secara hukum.

  4. PENGERTIAN BANTUAN HUKUM Bantuan yang dimaksud dalam Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu, adalah bantuan jasa berupa :
    1. Memberikan nasehat atau advis hukum bagi masyarakat yang membutuhkannya;
    2. Bertindak sebagai pendamping atau kuasa hukum, untuk menyelesaikan perselisihan tentang hak dan kewajiban (perdata) seseorang di depan Pengadilan;
    3. Bertindak sebagai pendamping dan pembela, terhadap seseorang yang disangka/didakwa melakukan tindak pidana di depan Pengadilan.
  5. PEMBELA (ADVOKAT) DALAM PROGRAM BANTUAN HUKUM Pemberian bantuan (pembelaan) hukum bagi masyarakat tidak mampu. Hanya dapat dilakukan oleh Advokat yang sudah terdaftar pada Pengadilan Tinggi setempat. Pemberian bantuan hukum tersebut dapat dilakukan melalui :
    1. Bantuan (pembelaan) hukum yang dilakukan oleh Advokat secara perorangan
    2. Bantuan (pembelaan) hukum yang dilakukan oleh Advokat secara kelembagaan melalui Lembaga Bantuan Hukum setempat. 
    3.  
  6. MASYARAKAT (TERPERKARA) DALAM PROGRAM BANTUAN HUKUM Kriteria dan sifat bantuan hukum yang diberikan oleh Mahkamah Agung RI cq. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum terhadap masyarakat yang berperkara (pidana dan perdata) di depan Pengadilan adalah sebagai berikut :
    1. Dana bantuan hukum yang diberikan oleh Mahkamah Agung RI cq. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum, adalah terhadap gologan (kriteria) masyarakat tidak mampu yang berperkara di Pengadilan.
    2. Dana bantuan hukum tersebut tidak diberikan secara langsung kepada masyarakat yang membutuhkannya, melainkan diberikan dalam bentuk imbalan jasa kepada Advokat yang sudah menyelesaikan kasus/perkara dari masyarakat yang bersangkutan.

  7. BAGAIMANA DAN KEMANA MEMPEROLEH BANTUAN HUKUM
    1. Tempat Memperoleh Informasi Masyarakat tidak mampu yang menghadapi perkara di Pengadilan, dalam rangka kepentingan dan pembelaan hak-hak hukumnya, dapat meminta keterangan (informasi) dari instansi-instansi setempat misalnya:
      1. Pengadilan Negeri / Tinggi;
      2. Kejaksanaan Negeri / Tinggi;
      3. Lembaga Bantuan Hukum.
    2. Cara Memperoleh Bantuan Hukum Untuk mendapatkan bantuan hukum yang disediakan oleh Mahkamah Agung RI cq. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum, masyarakat wajib mempersiapkan:
      1. Surat Keterangan Tidak Mampu dari Kepala Desa/Lurah setempat; atau
      2. Surat Pernyataan Tidak Mampu dari Pemohon dan dibenarkan oleh Pengadilan Negeri setempat; atau
      3. Surat Pernyataan Tidak Mampu dari Pemohon dan dibenarkan oleh Lembaga Bantuan Hukum setempat.

  8. ASAS HUKUM DALAM PERKARA PIDANA Dalam proses peradilan pidana, baik yang menyangkut hukum material dan formil, dikenal asas-asas yang bertujuan untuk mendudukkan hukum pada tempat yang sebenarnya. Untuk itu, ada ketentuan-ketentuan hukum dalam UU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang wajib dipenuhi ketika seseorang harus didakwa dan dihukum melalui Pengadilan, misalnya :
    1. Pasal 6 (1) : Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan selain daripada yang ditentukan oleh undang-undang (Nullum delictum sine praevia lege).
    2. Pasal 6 (2) : Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.
    3. Pasal 8 : Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Presumption of innocense).
    4. Pasal 37 : Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.
    Berdasarkan asas-asas hukum tersebut di atas, dalam hubungannya dengan ketentuan Pasal 56 ayat (1) dan (2) KUHP, maka Program Bantuan Hukum bagi Masyarakat Tidak mampu mempunyai arti penting bagi terselenggara dan terpeliharanya prinsip-prinsip hukum dalam proses peradilan pidana.

  9. ASAS HUKUM DALAM PERKARA PERDATA Dalam proses peradilan perdata, baik yang menyangkut hukum materil dan formil, dikenal asas-asas yang bertujuan untuk melindungi kepentingan hukum dari para pihak (penggugat dan tergugat) yang berperkara di Pengadilan. Adapun asas-asas hukum tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
    1. Bahwa UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menganut asas peradilan berbiaya ringan dan asas persamaan perlakuan terhadap pihak-pihak yang berperkara, yaitu:
      1. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang (Pasal 5 ayat 1).
      2. Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan (Pasal 5 ayat 2).
    2. Bahwa Hukum Acara Perdata (HIR/RBG) menganut beberapa asas yang menyangkut kepentingan keperdataan para pihak yang berperkara, yaitu:
      1. Para pihak dalam perkara perdata (penggugat dan tergugat) dapat memilih salah satu dari upaya penyelesaian sengketa perdata, yaitu upaya yang dilakukan melalui pengadilan atau upaya yang dilakukan di luar pengadilan (melalui upaya perdamaian).
      2. Dalam hal penyelesaian sengketa dilakukan melalui pengadilan :
        • Para pihak berperkara dapat menghadap sendiri proses persidangan atau meminta bantuan hukum dari Advokat. (Pasal 118 HIR / 142 RBG).
        • Ketua Pengadilan Negeri memberi nasehat dan pertolongan kepada orang yang menggugat atau kepada wakilnya tentang hal memasukkan tuntutannya. (Pasal 119 HIR / 143 RBG).
        • Jika orang yang menggugat tidak pandai menulis, maka tuntutannya boleh dilakukan dengan lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Ketua itu mencatat tuntutan tersebut atau menyuruh mencatatnya. (Pasal 120 HIR / 144 RBG).
        • Sebelum memeriksa perkara dalam sidang pertama, Ketua Majelis Sidang atau Hakim yang menyidangkan diwajibkan untuk mengusahakan tercapainya suatu perdamaian diantara mereka yang berperkara. (Pasal 130 HIR / 154 RBG).
        • Dalam hal penggugat atau tergugat tidak mampu menanggung biaya perkara, mereka dapat memperoleh izin untuk berperkara dengan cuma-cuma. (Pasal 237 HIR / 273 RBG).
    Berdasarkan asas-asas hukum perdata tersebut di atas, khususnya asas yang termuat dalam Pasal 237 HIR / 273 RBG, maka Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak mampu mempunyai arti penting bagi terselenggara dan terpeliharanya prinsip-prinsip hukum dalam proses peradilan perdata.