Kata
‘konspirasi’ yang dipakai PKS untuk membela diri menjadi bahan
olok-olok banyak pihak. Parahnya, olok-olok itu sedemikian meluas
sehingga malah berpotensi munculnya antipati terhadap berbagai analisis
politik internasional yang ingin menunjukkan bahwa Zionis adalah musuh
bersama umat manusia (tidak hanya muslim). Padahal, analisis politik
seperti ini tidak hanya ditulis muslim, tetapi juga oleh akademisi non
muslim dari Barat, bahkan termasuk oleh professor HI dari AS.
Karena
itu saya ingin meluruskan apa itu sebenarnya teori konspirasi. Kapan
kita bisa menertawakan orang yang ujug-ujug berlindung di balik kata
konspirasi, kapan kita memang harus menggunakan teori konspirasi untuk
menjelaskan sesuatu hal yang masih remang-remang?
Saya mendapatkan definisi ini dari Direktur Eksekutif Global Future Institute, Hendrajit, :
Teori konspirasi menjelaskan bahwa penyebab tertinggi dari satu atau serangkaian peristiwa (pada umumnya peristiwa politik, sosial, atau sejarah) adalah suatu rahasia, dan seringkali memperdaya, direncanakan diam-diam oleh sekelompok rahasia orang-orang atau organisasi yang sangat berkuasa atau berpengaruh. Banyak teori konspirasi yang mengklaim bahwa peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah telah didominasi oleh para konspirator belakang layar yang memanipulasi kejadian-kejadian politik. Teori ini ada di seputaran gerak dunia global dan merambah hampir ke semua ranah kehidupan manusia. Dari urusan politik sampai makanan.
Benarkah
ada yang disebut konspirasi itu? Tentu saja ada dan kita mendapatinya
dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, main sabun dalam pertandingan
sepakbola. Dua tim di balik layar bersepakat untuk mengatur skor
pertandingan demi keuntungan mereka di babak pertandingan selanjutnya.
Dalam situasi ini, sulit dibuktikan secara hukum positif (mereka tidak
akan mengaku/mengiyakan), tetapi indikasinya sedemikian jelas sehingga
publik bisa menilai mereka main sabun (dan FIFA pun bisa memberi
sanksi). Inilah yang disebut konspirasi.
Tapi,
teori konspirasi ini pun tidak sama levelnya. Minimalnya ada dua jenis
kelompok pengguna teori konspirasi. Pertama, mereka menggunakan teori
ini dengan dukungan argumentasi yang kuat, fakta akurat, data ilmiah,
pendapat yang bisa diverifikasi kebenarannya, tokoh-tokoh yang nyata,
dan sejarah yang memang tercatat di sumber-sumber yang dianggap valid
secara akademis. Kedua, mereka yang menggunakan teori konspirasi tanpa
landasan argumen yang kuat dan lebih bersadar kepada mitos. Contohnya,
ada kelompok yang percaya John F. Kennedy sebenarnya tidak tertembak,
tetapi diselamatkan oleh makhluk angkasa luar. Atau, ketika Lady Gaga
datang ke Indonesia, muncul penentangan dengan mengatakan, “Gaga adalah
agen Zionis yang ingin merusak mental generasi muda”. Ya, seni rendahan
macam Gaga dkk memang merusak mental generasi muda. Dan kalau ditarik
jauh ke akarnya, memang Freemasonry dan Illuminati-lah di belakang
seni-seni rendahan dan mengandung pornografi seperti Gaga. Namun, ketika
hal itu diungkapkan begitu saja tanpa dukungan argumen yang masuk akal,
justru akan dilecehkan dan dikatai ‘menggunakan teori konspirasi.’ Ada
banyak argumen yang sederhana yang cukup kuat disampaikan untuk
menentang Gaga, tanpa perlu membawa Zionisme.
Contoh
penggunaan teori konspirasi pada kelompok pertama adalah
tulisan-tulisan sebagian analis politik internasional soal Syria. Ketika
mereka sampai pada kesimpulan bahwa perang di Syria didesain oleh
Zionis, mereka sebelumnya sudah memberikan bukti-buktinya, tidak ujug-ujug
mengklaim demikian. Buktinya apa? Antara lain faktor motif, siapa yang
paling diuntungkan jika Assad jatuh? Mengapa AS, Inggris, dan Prancis
sampai mau menggelontorkan dana besar-besaran untuk Free Syrian Army?
Mengapa CIA sampai memfasilitasi pengiriman senjata dan pasukan jihad
dari Libya ke Syria? Bahkan ada tokoh-tokoh Zionis, antara lain Bernard
Levy, yang terbukti ikut dalam mendesain perang Syria dan Libya
(dibuktikan dengan transkrip pidato, foto-foto, dll). Terakhir, bahkan
Israel sudah langsung terjun ke medan perang membela para pemberontak
dan bersama-sama mereka menggempur Assad.
Perkara
bahwa para ‘mujahidin’ itu menolak semua bukti ini dan merasa mereka
murni berjuang demi menegakkan Islam dan menumbangkan Assad yang “Syiah
kafir” itu, itu pembahasan lain. Tapi yang jelas, tulisan-tulisan itu
sudah menyampaikan data dan argumen yang valid berdasarkan dunia
akademis (bagi orang-orang fanatik, tentu saja data itu dianggap tidak
valid, mereka akan terus mendebat tulisan itu dengan mengulang-ulang
argumen bahwa Assad adalah Syiah kafir yang sangat zalim.)
Nah, pengolok-olokan teori konspirasi secara gebyah uyah,
menyamakan saja tanpa melihat apakah seseorang menggunakan argumen yang
jelas atau sekedar main tuduh “Ini salah Zionis!” jelas
memprihatinkan. Saya cukup khawatir ketika untuk kasus PKS ini banyak
yang mengolok-olok soal Zionis. Seolah-olah ketika ada yang berkata,
“Dalang di balik semua ini adalah Zionis”, itu adalah omong kosong yang
harus ditertawakan.
Tapi
saya pun bisa memahami ketika banyak pihak sinis saat PKS menggunakan
kata konspirasi dan membawa-bawa Zionis dalam urusan mereka. Mengapa?
Karena memang terlalu disambung-sambungkan. Inilah penggunaan teori
konspirasi kelompok dua, yang hanya berlandaskan mitos.
Perlu
dicatat di sini, konspirasi dalam penangkapan LHI sebenarnya juga
sangat kasat mata. Mengapa LHI ditangkap sementara Anas dan Andi
Mallarangeng masih bebas? Dari kronologi penangkapan juga banyak
kejanggalan. Mengapa AF harus ditangkap saat berduaan dengan perempuan,
bukan pada saat dia setor ke LHI atau saat terima uang dari dua
penguasaha daging itu? Supaya kasus ini jadi semakin seksi karena ada
perempuan panggilan yang terlibat?
Kejanggalan
ini menunjukkan indikasi ada ‘musyawarah tak terlihat’, tapi bisa
tercium baunya. Politik di Indonesia sudah sedemikian kotor sehingga
publik sudah sangat yakin bahwa (hampir) semua politisi itu korup. Hanya
masalahnya, siapa yang ditangkap dan kapan ditangkapnya? Partai
penguasa jelas lebih leluasa mengatur di balik layar. Itulah sebabnya
LHI ditangkap duluan, sementara Anas masih bebas. Apalagi, penangkapan
LHI bertepatan dengan pemberitaan Jakarta Post soal manipulasi pajak
keluarga Cikeas. Berita itu menjadi tenggelam oleh hebohnya kasus LHI
(apalagi ada bumbu gadis cantik itu). Di sinilah ada konspirasi.
Tetapi, konspirasinya adalah dalam “siapa yang harus ditangkap”, bukan
pada esensi “siapa yang korupsi”.
Tapi
pembelaan diri dengan menggunakan teori konspirasi ini tidak akan
menghapus dosa politik PKS di mata publik (selain kader militan PKS
tentunya). Mengapa? Karena bukti-bukti dan track record
sebagian petinggi PKS selama ini memang cukup membuat publik percaya
bahwa mereka korupsi (atau setidaknya menerima gratifikasi). Misalnya
saja, kehidupan mewah para politisi PKS, sudah banyak dilaporkan media
massa. Kisah jam tangan Rolex Anis Matta pun sudah sedemikian melegenda.
Bahkan Anis kepada media massa pernah menyatakan gaya hidup mewah
pejabat publik itu urusan pribadi dan tidak perlu diintervensi.
Apalagi,
kasus suap impor daging pun mencuat sejak 2011 dan saat itu pun PKS
sudah disebut terlibat. Selain itu, PKS selama ini tidak melakukan aksi
nyata soal perampokan sumber daya alam oleh perusahaan multinasional.
Pembelaan PKS terhadap kepentingan nasional sama sekali tidak dirasakan
oleh publik. Publik melihat politisi PKS hanya sibuk mengurus partai dan
kesejahteraannya sendiri.
Jadi,
ketika mereka berusaha membela diri dengan membawa-bawa konspirasi dan
Zionis, memang pantas bila banyak orang tertawa. Lompatan logikanya
terlalu jauh dan tidak berterima oleh publik. Inilah kesalahan fatal
dalam penggunaan teori konspirasi. Tapi, publik pun jangan sampai
lengah. Zionisme memang ada, dalam berbagai wujud, mulai dari tataran
ideologis hingga perusahaan multinasional yang ingin merampok kekayaan
alam di negeri ini.
*magister Hubungan Internasional Unpad; research associate of Global Future Institute
Tidak ada komentar:
Posting Komentar